TALQIN MAYIT
a. Pengertian
Arti talqin secara bahasa adalah Tafhim (memberikan
pemahaman), memberi peringatan dengan mulut, mengajarkan sesuatu.
Secara istilah talqin adalah mengajarkan kalimat tauhid terhadap orang
– orang yang baru saja dikubur serta mengajarinya tentang pertanyaan –
pertanyaan kubur.
b. Dalil dan Talqin
Hukum talqin menurut mayoritas ulama Syafi’iyah adalah sunnah. Di
dasarkan pada sabdaNabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Nabi
Umamah:
عَنْ أَبِي أَمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ اِذَا اِذَا مُتُّ
فَاصْنَعُوْا بِي كَمَا اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اَنْ نَصْنَعَ بِمَوْتَانَا. اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ
فَسَوَّيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ فَلْيَقُمْ اَحَدٌ عَلَى رَأْسِ
قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ : يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ
يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيْبُ ثُمَّ يَقُوْلُ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ
فَاِنَّهُ يَسْتَوْى قَاعِدًا. ثُمَّ يَقُوْلُ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ
فَاِنَّهُ يَقُوْلُ: أَرْشَدَنَا يَرْحَمُكَ اللهُ وَلَكِنْ
لَاتَشْعُرُوْنَ فَلْ يَقُل اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ
الدُّنْيَا شَهَادَتَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وُاِنَّكَ رَصَيْتَ بِااللهِ رَبًّا
وَبِااْلاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَبِااْلقُرْاَنِ
اِمَامًا فَاِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَأْخُذُ كُلَ وَاحِدٍ مِنْهُمَا
بِيَدِ صَاحِبِهِ. وَيَقُوْلُ اِنْطَلِقْ بِنَا مَا يُقْعِدُنَا عِنْدَ
مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتُهُ. فَقَالَ رَجُلٌ يَارَسُوْلَ اللهِ فَاِنْ
لَمْ يَعْرِفْ أُمُّهُ؟ قَالَ يَنْسِبُهُ اِلَى أُمِّهِ حَوَّاءَ: بَا
فُلَانُ بْنُ حَوَاءَ (رواه الطبرني في المعجم كبير،٧٩٧٩، ونقله الشيخ
محمد بن عبد الوهاب في كتابه احكام تمني ٩ بدون اي تعليق).
“Dari Abi Umamah RA,beliau berkata, “Jika aku kelak telah meninggal
dunia, maka perlakukanlah aku sebagaimana Rosulullah SAW memperlakukan
orang – orang yang wafat diantara kita. Rosulullah SAW memerintahkan
kita, seraya bersabda, “Ketika diantara kamu ada yang meninggal dunia,
lalu kamu meratakan tanah diatas kuburannya, maka hendaklah salah
satu diantara kamu berdiri pada
Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang beriman itu dalam
kubur bias mendengar suara orang yang membimbimg talqin tersebut
dengan kekuasaan Allah Swt. Hal ini dapat diperkokoh dengan kebiasaan
Rosulullah SAW apabila berziarah kekuburan selalu menguicapkan salam.
Seandainya ahli kubur tidak mendengar salam Rosulullah SAW, tentu
Rosulullah SAW melakukan sesuatu yang sia – sia dan itu tidak mumgkin.
bagian kepala kuburan itu seraya berkata, “Wahai fulan bin fulanab”.
Orang yang berada dalam kubur pasti mendengar apa yang kamu ucapkan,
namun mereka tidak dapat menjawabnya. Kemudian (orang yang berdiri di
kuburan) berkata lagi, “Wahai fulan bin fulanab”, ketika itu juga si
mayyit bangkit dan duduk dalam kuburannya. Orang yang berada diatas
kuburan itu berucap lagi, “Wahai fulan bin fulanab”, maka si mayyit
berucap, “Berilah kami petunjuk, dan semoga Allah akan selalu memberi
rahmat kepadamu. Namun kamu tidak merasakan (apa yang aku rasakan
disini).” (Karena itu) hendaklah orang yang berdiri diatas kuburan itu
berkata, “Ingatlah sewaktu engkau keluar kealam dunia, engkau telah
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad SAW
adalah hamba serta Rosul Allah. (Kamu juga telah bersaksi) bahwa
engkau akan selalu ridho menjadikan Allah sebagai Tuhanmu, Islam
sebagai agamamu, Muhammad SAW sebagai Nabimu, dan al – Qur’an sebagai
imam (penuntun jalan )mu. (Setelah dibacakan talqin ini ) malaikat
Munkar dan Nakir saling berpegangan tangan sambil berkata, “Marilah
kita kembali, apa gunanya kita duduk ( untuk bertanya) dimuka orang
yang dibacakan talqin”. Abu Umamah kemudian berkata, “Setelah itu ada
seorang laki – laki bertanya kepada Rosulullah SAW, “Wahai Rosulullah,
bagaimana kalau kita tidak mengenal ibunya?” Rosulullah menjawab,
“(Kalau seperti itu) dinisbatkan saja kepada ibu Hawa, “Wahai fulan
bin Hawa.”(HR. al – Thabrani dalam al – Mu’jam al – Kabir :7979,
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab juga mengutip hadits tersebut dalam
kitabnya Ahkam Tamanni al – Mawt hal. 9 tanpa ada komentar).
Mayoritas ulama mengatakan bahwa hadits tentang talqin ini termasuk
hadits dha’if, karena ada seorang perawinya yang tidak cukup syarat
untuk meriwayatkan hadits. Namun dalam rangka fadha’il al – a’mal,
hadits ini dapat digunakan. Sebagian ahli hadits mengatakan bahwa
Hadits Abi Umamah ini Hasan Lighoirihi sebab sudah diperkuat dengan
hadits lain yang senada sebagai syahid.
Hadits diatas juga sesuai dengan al – Qur’an surat Adariyat ayat 55:
وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَ تَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ (الذارريات:٥٥)
“Dan berilah peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang yang beriman”.
Imam Nawawi dalam kitab al – Majmu’li an Nawawy juz 7, halaman 254 dan
Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim juz 1, halaman 63, memberikan
komentar tentang hadits Abi Umamah yaitu:
قُلْتُ: حَدِيْثُ اَبِي أُمَامَةَ رَوَاهُ أَبَو الْقَاسِمِ الطَّبْرَنِي
فِي مُعْجَمِهِ بِاسْنَادِ ضَعِيْفٍ وَلَفْظُهُ: عَنْ سَعِيْدِ بْنِ
عَبْدِ اللهِ الْاَزْدِى قَالَ: شَهِدْتُ أَبَا أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ وَهُوَ فِي نَزَعٍ فَقَالَ اِذَا مُتُّ فَاصْنَعُوْا بِي كَمَا
أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:
“اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ فَسَوَيْتُمُ التُّرَابَ عَلَى
قَبْرِهِ فَالْيَقُمْ اَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ :
يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا
يُجِيْبُ.(الحديث) اِلَى اَنْ قَالَ اِتَّفَقَ عُلَمَاءُ
اْلمُحَدِّثِيْنَ وَغَيْرُهُمْ عَلَى اْلمُسَامَحَةِ فِى اَحَادِيْثِ
الْفَضَائِلِ وَالتَّرْغِيْبِ وَالتَّرْهِيْبِ وَقَدِ اعْتَضَدَ
بِشَوَاهِدَ مِنَ اْلاَحَادِيْثِ كَحَدِيْثِ وَاسْئَلُوْا لَهُ
التَّثْبِيْتَ وَوَصِيَّةُ عَمْرُو بْنُ اْلعَاصِ وَهُمَا صَحِيْحَانِ
سَبَقَ بَيَانُهَا قَرِيْبًا.
Hadits Abu Umamah, riwayat abu Qasim at – Thabrani dalam kitab Mu’jam –
nya dengan sanad dhaif, teksnya demikian : Dari Said ibnu Abdullah al
– Azdi, ia mengatakan : Saya melihat Abu Umamah dalam keadaan
naza’(sekarat), kemudian ia berpesan: Jika saya meninggal maka
berbuatlah seperti yang teleh diperintahkan Rosulullah SAW. Rosul
pernah bersabda : Jika ada yang meninggal diantara kalian, ratakanlah
tanah kuburannya, dan hendaknya berdiri salah seorang dari kalian
diarah kepalanya, lalu katakan: Hai fulan bin Fulan ……sesungguhnya ia
(mayit) mendengar dan dapat menjawab (al – Hadits). Sampai kata – kata
: para ulama pakar hadits sepakat dapat menerima hadits – hadits
tentang keutamaan amal untuk menambah semangat beribadah. Dan telah
dibantu bukti – bukti adanya hadits – hadits lain seperti hadits
“Mintalah kalian kepada Allah kemampuan (menjawab pertanyaan Munkar da
Nakir) dan “wasiat Amr bin ‘Ash” tentang memberi hiburan ketika
ditanya malaikat di mana kedua hadits tersebut sahih seperti yang
telah disinggung sebelumnya .
Dalam kitab Dalil al Falihin, juz 71, halaman 57 disebutkan :
وَفِي مَتْنِ الرَّوْض لِابْنِ اْلمُقْرِى مَا لَفْظَهُ: يُسْتَحَبُّ
اَنْ يُلَقِّنَ اْلمَيِّتُ بَعْدَ الدَّفْنِ بِاْلمَأْثُوْرِ. قَالَ
شَارِحُهُ شَيْخُ اْلاِسْلَامِ بَعْدَ اَنْ بَيَّنَ ذَلِكَ مَا لَفْظُهُ:
قَالَ النَّوَاوِيُّ وَهُوَ ضَعِيْفٌ لَكِنْ اَحَادِيْثَ اْلفَضَائِلِ
يَتَسَامَحُ فِيْهَا عِنْدَ اَهْلِ اْلعِلْمِ. وَقَدِ اعْتَضَدَ هَذَا
الْحَدِيْثِ شَوَاهِدَ مِنَ اْلاَحَادِيْثَ الصَّحِيْحَةِ كَقَوْلِهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَسْأَلُ اللهَ التَّثْبِيْتَ. وَوَصِيُّ
عَمْرُو بْنَ اْلعَاصِ السَّابِقِيْنَ. قَالَ بَعْضُهُمْ وَقَوْلُهُ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لَااِلَهَ اِلَّا
اللهُ دَلِيْلٌ عَلَيْهِ لِاَنَّ الْحَقِيْقَةَ اْلَمِّيتِ مَنْ مَاتَ.
وَاَِمَّا قَبْلَ اْلمَوْتِ وَهُوَ مَا جَرَى عَلَيْهِ كَمَا مَرَّ
فَجَازَ. ثُمَّ قَالَ بَعْدَ كَلَامٍ. وَمُعْتَمَدُ مَذْهَبِ
الشَّافِعِيَّةِ سُنَّةُ النَّلْقِيْنِ بَعْدَ الدَّفْنِ كَمَا نَقَلَهُ
الْمُصَنِّفُ فِي اْلمَجْمُوْعِ عَن جَمَاعَاتٍ مِنَ اْلاَصْحَابِ. قَالَ
وَمِمَّنْ نَصَّ عَلَى السْتِحْبَابِهِ اْلقِاضِى حُسَيْنُ وَمُتَوَالِى
وَالشَّيْخُ نَصْرُ الْمُقَدَّسِ وَالرَّافِعِي وَغَيْرُهُمْ. وَنَقَلَ
اْلقَاضِى حُسَيْنُ عَنْ اَصْحَابِنَا. مُطْلَقًا. وَقَالَ ابْنُ
الصَّلاَحِ هُوَ اَّلَذِي نَخْتَارُهُ وَنَعْمَلُ بِهِ. وَقَالَ
السَّخَاوِيْ وَقَدْ وَافَقَنَا الْمَالِكِيَّةِ عَلَى اسْتِحْبَابَِهِ
اَيْضًا وَمِمَّنْ صَرَّحَ بِهِ مِنْهُمْ القَاضِى اَبُوْ بَكْرِ
اْلغَزِى. قَالَ وَهُوَ فِعْلُ اَهْلِ اْلمَدِيْنَةِ وَالصَّالِحِيْنَ
وَاْلاَخْيَارِ وَجَرَى بِهِ اْلعَمَلُ بِقُرْطُوْبَةِ
وَاَمَّااْلحَنِيْفَةَ فَاخْتَلَفَ فِيْهِ مَشَايِخُكُمْ كَمَا فِى
اْلمُحِيطِ وَكَذَا احْتَلَفَ فِيْهِ الْحَنَابِلَةُ.
Disunahkan mentaqlin mayit setelah dikubur berdasarkan hadis. Syaikhul
Islam sebagai persyarahnya menjelaskan: Imam an – Nawawi berkata
bahwa hadits tersebut dho’if, ia termasuk hadits Fadhail al-‘Amal yang
di kalangan pakar ilmu hadits ditoleransikan bias digunakan. Hadits
tersebut diperkuat oleh banyak hadis-hadis sahih yang lain, seperti:
asal Allah at-tatsbit (mohonlah kepada Allah agar tetap di dalam
keimanan ) dan wasiatnya kepada Amr bin Ash dari kalangan orang
pertama yang masuk Islam. Sabda Rosulullah: Laqqinu mautakun la
Illallah (Bacakan la ilaha Illallah kepada seorang mati diantara
kalian). Menurut pendapat sebagiaan ulama, hadis ini merupakan dalil
di bolehkannya talqin bagi seorang yang sudah mati karena hakekat “al –
mayyit” sebagaimana tertera dalam hadis itu adalah seorang yang sudah
mati. Sedangkan sebelum mati juga boleh dibacakan talqin seperti yang
banyak dilakukan para ulama. Menurut madzhab Syai’i, kesunnahan
talqin itu setelah dikuburkan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan
pula dalam al-Majmu’ berdasarkan pendapat dari banyak ulama. Di antara
yang menyatakan kesunnahannya itu adalah al-Qadhi Husain,
al-Mutawalli, Syaikh Nashir al- Muqaddasi, Rafi’I, Ibnu Shalah dan
Sakhawi. Pendapat kami tentang kesunnahan talqin tersebut sesuai
dengan pendapat dari kalangan al-Maliki, seperti yang dinyatakan di
antaranya al-Qadhi Abu Bakar Al- Azzi yang menyebutkannya sebagai
amalan penduduk Madinah dan orang-oarang saleh serta yang banyak
dilakukan oleh umat Islam di Spayol. Sedang di kalangan al-Hanafi, para
tokoh mereka saling bersilang pendapat sebagaimana tertera dalam
al-Mubith sebagaimana silang pendapat yang terjadi di kalangan ulama
Hambali.
Dalil lain juga menerangkan dalam kitab Nihayat al-Muhtaj, Juz III,hal. 4:
وَيُسْتَحَبُّ تَلْقِيْنُ اْلمَيِّتِ اْلمُكَلَّفِ بَعْدَ تَمَامِ
دَفْنِهِ لِخَبَرِ اَنَّ اْلعَبْدَ اِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَتَوَلَّى
عَنْهُ اَصْحَابٌ اَنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعُ نِعَالِهِمْ.
فَاِذَانْصَرَفُوْا اَتَاهُ مَلَكَانِ-الحديث.
Disunnahkan mentalqin mayyit yang sudah mukallaf usai dikuburkan
berdasarkan hadits: Seorang hamba ketika ia diletakan dikuburnya dan
para pengirimnya pulang,ia mendengar suara alas kaki mereka. Kalau
para pengantar sudah pulang semua, ia segera di datangi dua malaikat.
Dalm kitab al- Hawy li al – Fatawa li al – Hafizh as- suyuthy, Juz II, halaman 176 – 177: juga diterangkan.
وَعِبَارَةُ التَّتِمَّةِ اْلاَصْلُ فِى التَّلْقِيْنِ مَا رَوَى اَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا دَفَنَ اِبْرَاهِيْمَ
قَالَ:قُلْ “الله رَبِّي”- اِلَى اَنْ قَالَ –وَيَدُلُّ عَلَى صِحَّةِ
مَا قُلْنَاهُ مَا رَوَى عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اَنَّهُ لَمَّا دَفَنَ وَلَدَهُ اِبْرَاهِيْمَ وَقَفَ عَلَى
قَبْرِهِ فَقَالَ: يَابُنَيَّ، اَلْقَلْبُ يَحْزُنُ وَاْلعَيْنُ تَدْمَعُ
وَلَا نَقُوْلُ مَا يَسْحُطُ الرَّبُّ-اِنَّاللهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ
رَاجِعُوْنَ-يَابُنَيَّ قُلْ الله رَبِّي وَاْلاِسْلَامُ دِيْنِي
وَرَسُوْلُ اللهِ اَبِي فَبَكَتِ الصَّحَابَةُ وَبَكَى عُمَرُ بْنُ
اْلخَطَّابِ بُكَاءً اِرْتَفَعَ لَهُ صَوْتَهُ.
Teks lengkap mengenai Talqin ini seperti yang diriwayatkan bahwa
Rosulullah saat mengubur anaknya, Ibrahim, mengatakan: Katakanlah:
Allah Tuhankn….sampai kata – kata: Hal itu menunjukan atas benarnya
apa yang aku ucapkan, apa yang diriwayatakan dari Nabi, sesungguhnya
saat dia menguburkan anaknya, Ibrahim, dia berdiri diatas kubur dan
bersabda: Hai anakku, hati ini sedih, mata ini mencucurkan air mata,
dan aku tidak akan berkata yang menjadikan Allah marah kepadaku. Hai
anakku, katakana Allah itu Tuhanku, Islam agamaku, dan Rosulullah itu
bapakku ! Para sahabat ikut menangis, bahkan Umar bin Khoththob
menangis sampai mengeluarkan suara yang keras.
Dalam kitab Hasyiah Umairah bi Asfali Hasyiah Qalyuby Mahally, Juz I,
halaman 353: Menegaskan tenteng kesunnahan Hukum mentalqin mayit.
يُسَنُّ اَيْضًا اَلتَّلْقِيْنُ-فَيُقَالُ لَهُ يَا عَبْدُ اللهِ ابْنِ
اَمَةِ اللهِ اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ
اَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَاَنَّ
الْجَنَّةَ حَقٌّ وَاَنَّ النَّارَ حَقٌّ وَاَنَّ الْبَعْثَ حَقٌّ وَاَنَّ
السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَارَيْبَ فِيْهَا وَاَنَّ اللهَ يُبْعَثُ مَنْ فِى
اْلقُبُوْرِ وَاِنَّكَ رَضَيْتَ بِااللهِ رَبًّا وَبِالْاِسْلَامِ
دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا
وَبِااْلقُرْآنِ اِمَامًا وَبِاالْكَعْبِة قِبْلَةً وَبِااْلمُؤْمِنِيْنَ
اِخْوَانًا-لِحَدِيْثٍ وَرَدَ فِيْهِ-فِى الرَّوْضَةِ الْحَدِيْثِ
وَاِنْ كَانَ ضَعِيْفًا لَكِنَّهُ اعْتَضَدَ بِشَوَاهِدِهِ.
Talqin itu disunnahkan maka dikatakan kepadanya (mayitt): Hai hamba
Alla, ingatlah engkau telah meninggal, bersaksilah tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, surga adalah haq (benar
adanya), neraka adalah haq, dan kebangkitan di Hari Kiamat juga haq.
Hari Kiamat pasti akan dating, tidak bias diragukan lagi, Allah akan
membangkitkan kembali manusia dari kuburnya, dan hendaknya engkaun
rela Allah sebagai Tuhan, Islam sebagain agama, Muhammad sebagi Nabi,
al – Qur’an sebagi kitab suci, Ka’bah sebagi kiblat, dan kaum muslimin
sebagai saudra. Hal ni berkenaan dengan danya hadits dalam masalah
ini, dan dalam kitab ar – Raudhah ditambahkan: Hadits ini, meskipun
dhaif, tapi lengkap panguat – penguatnya.
Dalam kitab I’anah al – Thalibin karya Sayid Abu Bakar Syatha al – Dimyati, juz ll hal 140 dijelaskan:
(قَوْلُهُ وَتَلْقِيْنُ بَالِغٍ) مَعْطُوْفٌ عَلَى اَنْ يُلَقِّنَ
اَيْضًا اَيْ وَيُنْذَبُ تَلْقِيْنُ بَالِغٍ الخ. وَذَالِكَ لِقَوْلِهِ
تَعَالَى: وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَتَنْفَعُ اْلمُؤْمِنِيْنَ
(الذاريات:55) وَاَحْوَجَ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ اِلَى التَّذْكِيْرِ
فِيْ هَذِهِ الْحَاَلِة.
“Yang dimaksud dengan membacakan talqin bagi orang yang baligh yaitu,
disunnahkan men – talqin – kan orang yang sudah baligh (ukallaf). Hal
itu berdasarkan firman Allah SWT: Dan tetaplah memberi perihgatan,
karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang
mukmin (al – Dzariyat : 55) dan yang paling diperlukan oleh seorang
hamba untukl mendapat peringatan pada saat ini (setelah dikubur).”
Dalam kitab ‘I’anatul Thalibin juz ll hal 140 disebutkan :
(قَوْلُهُ وَتَلْقِيْنُ بَاِلغٍ) اَيْ وَيُنْذَبُ تَلْقِيْنُ بَالِغٍ الخ
وَذَالِكَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرَ تَنْفَعُ
اْلمُؤْمِنِيْنَ. وَاَحْوَجُ مَا يَكُوْنُ اْلعَبْدُ اِلَى التَّذْكِيْرِ
فِي هَذِهِ الْحَالَةِ (اعانة الطالبين قبيل باب الزكاة ٢/١٤٠)
Dan disunnahkan orang yang sudah baligh……demikian itu sesuai dengan
firman Allah Swt :“Dan tetaplah memberi peringatan, karena
sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang – orang yang
beriman”. (al – Dzariyat : 55). Dalam keadaan seperti ini lah seorang
hamba sangat membutuhkan terhadap peringatan tersebut.
Dalam kitab Nihayatul Muhthaz juz lll hal 4 disebutkan :
وَيُسْتَحَبُّ تَلْقِيْنُ اْلمَيِّتِ اْلمُكَلَّفِ بَعْدَ تَمَامِ
دَفْنِهِ لِخَبَرِ اَنَّ اْلعَبْدَ اِذَا وُضِعَ فِيْ قَْرِهِ وَتَوَلَّى
عَنْهُ اَصْحَابٌ اَنَّهُ يَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ.
فَاِذَانْصَرَفُوْا اَتَاهُ مَلَكَانِ. الحديث ( نهاية المحتاج ٣/٤).
Disunahkan mentalqini mayyit yang sudah mukallaf setelah selesai
dikuburkan, berdasarkan hadits: “Sesungguhnya seorang hamba ketika
sudah diletakkan dikuburnya dan para pengiringnya berpaling pulang, ia
mendengar suara gema alas kaki mereka. Jika mereka sudah pergi semua,
kemudian ia didatangi oleh dua malaikat ……Al Hadits”.
Dalam kanzu al – ‘Umal karya Syaih Ibnu Hisammudin Al Hindi Al Burhanfuri, jilid 15 hal 737 disebutkan sebagai berikut;
عَنْ سَعِيْدِاْلاُمَوِىِّ قَالَ: شَهِدْتُ اَبَا أُمَاَمةَ وَهُوَ فِى
النِزَاعِ اِذَا اَنَا مُتُّ فَافْعَلُوْا بِيْ كَمَا اَمَرَنَا رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا مَاتَ اَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ
فَسَوَيْتُمْ عَلَيْهِ التُّرَابُ فَلْيَقُمْ رَجُلٌ مِنْكُمْ عِنْدَ
رَأْسِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُ
وَلَكِنَّهُ لَايُجِيْبُ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ
فَاِنَّهُ يَسْتَوِى جَالِسًاثُمَّ لْيَقُلْ يَافُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ
فَاِنَّهُ يَقُوْلُ اَرْشَدَنَا رَحِمَكَ اللهُ ثُمَّ لْيَقُلْ اُذْكُرْ
مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّا
اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَِنَّكَ رَضَيْتَ بِاللهِ
رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ نَِيًّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنًا وَبِالْقُرْآنِ
اِمَامًا فَاِنَّهُ اِذَا فَعَلَ ذَالِكَ أَخَذٌ مُنْكَرٌ وَنَكِيْرٌ
اَحَدُهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ ثُمَّ يَقُوْلُ لَهُ اُخْرُجْ بِنَا مِنْ
عِنْدِهَذَا مَا نَصْنَعُ بِهِ قَدْ لَقَّنَ حَجَّتَهُ فَيَكُوْنُ اللهُ
حَجِيْجَهُ دُوْنَهُمَا. فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ فَاِنْ
لَمْ يَعْرِفْ أُمُّهُ؟ قَالَ: اِنْسِبْهُ اِلَى حَوَاءَ.
“Diceritakan “dari Said al – Umawi, ia berkata: Saya menyaksikan Abu
Umamah sedang naza’ (sakaratul maut). Lalu ia berkata kepadaku : Hai
Said ! Jika aku mati, perlakukanlah olehmu kepada diriku sebagaimana
yang diperintahkan oleh Rosulullah Saw kepada kita. Rosulullah SAW
bersabda kepada kita : Jika diantara kamu meninggal dunia maka
timbunlah kuburannya dengan tanah sampai rata. Dan hendaknya salah
seorang diantara kamu berdiri disamping arah kepalanya, lalu ia
berkata : Hai fulan bin Fulanah, sesungguhnya mayit itu mendengar,
akan tetapi tidak dapat menjawab. Kemudian hendaklah ia brkata : Hai
Fulan bib Fulanah, maka ia akan duduk tegap. Kamudian hendaklah ia
berkata : Hai Fulan bin Fulanah, lalu ia berkata: Semoga Allah Swt .
memberikan petunjuk kepda kita dan juga memberikan rahmat kepadamu.
Kemudian hendaklah ia berkata: Ingatlah bahwa engkau telah keluar dari
alam dunia ini:Dengan bersaksi bahwa tiada yang berhak disembah
selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan Rosul – Nya, dan
bahwasannya engkau rrela Allah sebagai Tuhanmu, Muhammad sebagai
Nabimu, Islam sebagai agamamu, dan al – Qur’an sebagai imammu.
Sesungguhnya jika seseorang mengerjakan itu maka malaikat munkar dan
Nakir akan menyambut salah satunya dengan tangan sahabatnya yang
kemudian ia berkata : Keluarlah bersama kami dari tempat ini. Kami
tidak akan memperlakukan apa yang telah ia nyatakan. Maka Allah Swt
akan memenuhi keperluannya tanpa kedua malaikat itu. Lalu seseorang
bertanya kepeda Rosulullah SAW: Wahai Rosulullah, bagai mana jika saya
tidak mengetahui ibunya? Rosulullah SAW menjawab : “Hendaklah kamu
menasabkannya kepada (ibu) Hawa.”
Orang yang sudah meninggal dunia sebenarnya masih mendengar ucapan
salam dan bias menerima doa orang lain. Rosulullah SAW selalu
mengucapkan salam kepada ahli kubur pada saat ziaroh kubur atau
melintasi kuburan. Demikian juga Rosulullah Saw pada saat putranya
Ibrahim wafat mentalqinkannya dengan kalimat tauhid. Logikanya,
seandainya talqin itu tidak berguna niscaya Rosulullah SAW tidak akan
mengerjakannya. Kesimpulannya hukum mentalqinkan mayit yang sudah
mukallaf hukumnya adalah sunnah.
Keterangan tentang kesunnahan talqin ini juga dapat dilihat dalam kitab sebagai berikut:
a. At – Tukhfah juz ll, hal 19
b. Al – Mughni juz lll, hal 207
c. Al – Majmu Syarah Muhadzab juz 7, hal 303
d. Al – Iqna’juz l, hal 183
e. Tassyikhil Mustafidin 142
f. Busro al Karim juz ll, hal 38
g. Nikhayah al – Zain 162
h. Al – Anwar juz l, hal 124
i. Fathul Barri juz l, hal 449
j. Irsyadus syari juz ll, hal 434
k. Matan al – Raodhoh
Kaitannya dengan firman Alla Swt:
وَمَا اَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِى اْلقُبُوْرِ (فاطر : ٢٢ )
“Dan engkau (wahai Muhammad) sekali – kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar.” (QS. Fathir: 22).
Firman Allah diatas sering dijadikan untuk menolak hokum sunnah talqin
namun dalam Tafsir al – Khazim diterangkan bahwa yang dimaksud denan
kata Man Fi al – Qubur (orang yang berada didalam kubur) dalam ayat
ini ialah orang –orang kafir yang diserupakan orang mati karena sama –
sama tidak menerima dakwah. Kata mati tersebut adalah metaforis
(bentuk majaz)dari hati mereka yang mati (tafsir al –Khazim, juz 7,
hal 347).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar